Senin, 10 November 2014

De Vlacoure BAB VII - part I



Ratusan Tahun yang Lalu

Ratusan tahun yang lalu, De Vlacoure hidup sangat damai di bawah pemerintahan Jolion. Dia selalu memperhatikan rakyatnya. Jolion sangat disayangi dan dihormati oleh rakyat De Vlacoure. Tapi, sepertinya ada yang luput dari penglihatan Jolion. Orang kepercayaannya ternyata mengkhianatinya. Dan menyerang De Vlacoure. Selama ia melayani Jolion, ia telah menyiapkan pasukan yang besar. Sehari sebelum perang, Jolion mendapat pesan bahwa Guidoweld akan diserang. Karena tanpa persiapan yang matang Jolion meminta bantuan kepada beberapa kerajaan atas saran kakitangan Jolion. Tapi keesokan harinya ternyata yang menyerang De Vlacoure adalah kakitanganya itu sendiri. Jolion tidak percaya dengan apa yang disaksikannya saat Kakitangannya sendiri menyerang De Vlacoure. Kaki tangan Jolion memanfaatkan kepercayaanya untuk merebut De Vlacoure. Awalnya Jolion menyangka itu hanya main-main, sampai kaki tangannya itu mulai menyakitiku, Varius dan semua rakyat De Vlacoure. Jolionpun mulai membalas serangan. Tapi ternyata kakitangannya itu lebih kuat dan telah menjadi sosok penyihir. Jolion terdesak, De Vlacoure benar-benar terdesak. Di saat De Vlacoure benar-benar akan hancur, Jolion tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Dan pada akhirnya ia memutuskan untuk membacakan mantra pelindung yang benar-benar ampuh. Awalnya kami cukup puas dengan gagasan itu. Disaat semua orang bahagia dengan keberhasilan Jolion membacakan mantra ampuh itu, mantra yang berhasil menjauhkan kakitangan dan pasukannya dari De Vlacoure. Kami menyadari ada sesuatu yang aneh. Kami tidak mendengar suara Jolion maupun dua orang prajurit yang berdiri di sebelah Jolion disaat ia mambacakan mantra itu. Alangkah terkejutnya kami begitu melihat tubuh Jolion yang lemah terkapar di tanah dan sebuah buku terbaring di samping tubuhnya. Kami langsung menghampirinya. Disaat kritis ia berkata, bahwa De Vlacoure akan aman hingga keturunan De Vlacoure datang. Ia juga meminta kami untuk menghimpun kekuatan hingga keturunan itu datang. Kami sempat menanyakan tentang keberadaan dua prajurit yang tadi berdiri bersamanya dan ternyata dua prajurit itu diutus Jolion untuk pergi ke dunia manusia dengan tujuan mereka akan kembali dengan kekuatan besar. Tapi belum sempat Jolion menyelesaikan penjelasannya, ia telah menghembuskan nafas terakhirnya sambil menyerahkan sebuah buku mantera yang terbuka kepadaku. Begitu aku baca, alangkah terkejutnya aku begitu membaca keterangan mantra yang ia baca. Mantra yang ia baca adalah mantra pemindah yang sangat ampuh, De Vlacoure selamat dari kakitangannta karena Jolion telah memindahkan De Vlacoure,” jelas Queen Kidivra panjang lebar.
Mereka tersenyum mendengar cerita Queen Kidivra, “Wow, dia benar-benar Raja yang hebat. Aku bersyukur bisa mengetahui jasanya dan menjadi rakyat De Vlacoure,” tutur Gerald kagum.
“Ya, benar-benar pemimpin yang mengorbankan nyawa demi kesalamatan rakyat,” tambah Austin.
“Sejak saat itulah, waktu di De Vlacoure jadi kacau,” cetus Paxton.
“Kacau? Maksudnya?” tanya Vlow.
“De Vlacoure dipermainkan oleh waktu, kadang terjadi malam, kadang tidak ada siang, atau siang yang terlalu pendek, malampun kadang terasa bertahun-tahun. Kami bahkan tidak tahu pasti sudah berapa lama waktu berlalu sejak perang itu. Sulit menjelaskan,” jawab Queen Kidivra.
“Dan, beberapa hari yang lalu kalian datang, waktupun kembali seperti semula,” tambah Paxton.
“Rakyat De Vlacoure benar-benar mangharapkan kalian untuk melawan Dhomnail,”
“Tunggu, ada yang menjanggal  di pikiranku. Apakah disaat terjadi perang besar, Varius tidak membantu?” tanya Vav.
“Oh tidak, dia sangat berperan dalam perang itu,” jawab Ratu.
“Lalu dimana ia sekarang?” tanya Vav lagi.
“Sampai sekarang kami tidak tahu dimana pastinya, mungkin di tempat yang sangat jauh. Kami menyuruhnya untuk menenangkan diri setelah kepergian Jolion, karena kami tidak sanggup melihat penderitaannya, kadang ia masih menganggap kalau Jolion masih hidup. Bagitu besar kontak batin diantara mereka,” jawab Queen Kidivra.
“Apa dia tidak pernah mengunjungi Guidoweld?” tanya Gerald.
Queen Kidivra diam memperhatikan lukisan suaminya yang telah lama meninggalkannya.
“Kami tidak pernah melihatnya, tapi penduduk ada yang pernah melihatnya melintas di tengah malam,” jawab Paxton.
“Mungkin dia bermaksd untuk datang namun mengurungkan niatnya karena jika aku melihatnya, aku akan sedih karena teringat akan Jolion,” tambah Queen Kidivra kembali memperhatikan lukisan suaminya.
Mereka terdiam dengan mata tertuju ke arah lukisan yang terpajang gagah di depan mereka. Memperhatikan tiap detail yang terlukis dan ikut tersenyum melihat senyuman yang terlukis di dalam lukisan itu.
“Kalian sudah melihat kamar kalian?” tanya Queen Kidivra memecahkan lamunan mereka.
“Belum,” jawab Vav.
“Kalau begitu, ayo!” ajak Ratu seraya melangkahkan kakinya menuju tangga yang ada di sudut ruangan.
Mereka mengikuti langkah Queen Kidivra yang anggun sambil kembali memperhatikan lukisan-lukisan yang terpajang di dinding Kastil. Kastil itu sangat besar, dihiasi dengan kaca jendela yang sangat bersih, sehingga cahaya matahari dapat menembusnya dan menerangi tiap ruangan. Queen Kidivra dan Paxton secara bergantian memperkenalkan mereka dengan ruangan-ruangan yang mereka lalui layaknya pemandu museum.
“Vlow_Vav, ini akan menjadi kamar kalian,” tutur Paxton sambil membuka sebuah pintu yang menuju sebuah kamar. Mereka memasuki kamar secara bergantian, meneliti tiap sudut dengan perasaan takjub terpancar di mata mereka.
Ruangan itu cukup besar untuk ukuran sebuah kamar, dengan jendela-jendela terpampang indah di dinding kastil. Lilin tergantung indah di tempatnya. Lilin itu akan hidup secara otomatis jika ruangan berubah gelap. Ranjang, lemari, meja rias, kursi, lukisan, dan perabotan lainnya mengisi ruangan yang besar itu. Karpet berbulu domba membentang di tengah-tengah ruangan. Ruangan itu terkesan hangat.
“Kalau kamar seperti ini, kami tidak akan keluar,” tutur Vav sambil membuka pintu beranda.
“Disini kalian bisa melihat matahari terbenam. Kalian akan rugi jika melewatkannya,” ujar Ratu sambil menunjuk ke arah gunung tepat di depan mereka.
Mereka melanjutkan ke kamar sebelah, yang akan di tempati oleh Austin dan Gerald.
Kamar ini diisi dengan dua ranjang terpisah, sebuah cermin besar, lamari, kursi dan tentu saja sebuah lukisan yang indah. Ruangan ini menghadap ke halaman belakang Kastil yang di tumbuhi dengan pohon-pohon yang rindang dengan sebuah paviliun di sudut taman.
“Setiap malam kalian akan melihat betapa indahnya taman belakang ini,” tutur Ratu seraya tersenyum lembut, “Taman ini adalah tempat favorit Jolion.
“Siang saja sudah cukup indah,” puji Austin menghela nafas.
Selanjutnya mereka memasuki ruangan yang dipenuhi dengan ribuan buku, rak-rak tersusun rapi, tak ada debu yang menempel. Disini tak banyak jendela, hanya ada satu sampai tiga jendela kecil yang terpajang di dinding kastil, tidak cukup untuk menerangi ruangan sebesar itu. Namun pada langit-langit perpustakaan ada lubang besar berbentuk lingkaran yang di tutupi dengan kaca yang cukup tebal. Cahaya matahari langsung menerobos kaca itu dan menerangi setiap sudut yang ada di perpustakaan.
“Perpustakaan yang besar,” tutur Vlow.
“Ya, perpustakaan ini adalah salah satu tempat favoritku,” sahut Queen Kidivra sambil merentangkan tangannya.
“Buku apa saja yang ada disini?” tanya Vav sambil berjalan menelusuri rak-rak yang berdiri kokoh.
“Banyak, buku mantra, sejarah, profil para pendiri De Vlacoure, dan tentu saja buku tentang hewan-hewan menakjubkan yang ada di De Vlacoure,” jawab Queen Kidivra sambil menoleh ke arah Vav.
Wajah Vav tampak puas dan kagum.
“Tapi tentunya sekarang bukan waktu yang tepat untuk membuka buku-buku itu, karena masih ada yang ingin kami perlihatkan pada kalian,” tutur Paxton menoleh ke arah Queen Kidivra.
Queen Kidivra melangkahkan kakinya dengan anggun, tak terdengar suara hentakan kakinya, seolah-olah ia memiliki permukaan kaki yang lembut layaknya kucing. Mereka melewati lukisan demi lukisan, ruangan demi ruangan, sampai akhirnya mereka keluar dari kastil dan berhenti di depan sebuah Istal kuda. Disana ada banyak kuda yang tengah merumput. Mereka tampak anggun dan bijaksana.
“Waktunya memilih penunggang,” ucap Queen Kidivra seolah-olah berbicara kepada kuda yang tengah mengunyah makanan mereka.
Seolah mengerti dengan apa yang diucapkan Queen Kidivra, kuda-kuda itu mengangkat kepala mereka dan memperhatikan sosok-sosok yang belum pernah mereka temui. Beberapa diantara mereka ada yang melanjutkan merumput, tidak peduli. Namun ada juga diantara mereka yang memperhatikan sosok asing itu, bahkan ada yang melangkah mendekat.
“Apa maksudnya memilih penunggang?” tanya Vlow.
“Lihat saja, kau akan mengerti,” sahut Paxton memperhatikan empat ekor kuda yang tengah berjalan menuju mereka.
Begitu sampai di depan Austin, Gerald, Vlow dan Vav, kuda-kuda itu membungkuk hormat.
“Mereka mununggu kalian untuk membalas,” bisik Paxton.
Dengan sedikit bingung Vlow membungkukkan badannya dan meminta teman-temannya untuk melakukan hal yang sama. Dengan serentak mereka membungkukkan badan mereka dan kuda-kuda itu mengangkat kepala mereka.
Begitu hormat mereka dibalas, mereka langsung menghampiri sosok yang ada di depan mereka, melekatkan wajah mereka dengan wajah orang yang ada di depan mereka.
“Itu artinya mereka telah memilih kalian sebagai penunggang mereka. Austin dengan kuda keturunan Caspian, sama dengan kuda milik Paxton yang gagah berani. Gerald kuda keturunan bangsawan yang setia. Vlow kuda putih yang bijaksana jenis yang sama dengan ku, dan kuda keturunan bangsawan coklat yang anggun memilih Vav. Mereka akan setia menjadi tunggangan kalian hingga akhir hayat mereka,” ujar Ratu menjelaskan.
“Dan sebaiknya kalian naik ke punggung mereka, mereka sudah tidak sabar ingin berbicara dengan kalian,” tutur Paxton.
“Mereka bisa berbicara?” tanya Vav kagum.
“Tidak, hanya kepada penunggangnya saja mereka akan berbicara. Yah..bisa dibilang bicara dari hati ke hati. Kalian tidak akan mengerti kalau tidak segera mencobanya,” usul Paxton.
Mereka menerima usulan Paxton dan bergegas menunggangi kuda-kuda mereka.
“Apa kalian dapat merasakannya?” tanya Queen Kidivra.
Dengan senang dan kagum mereka mengangguk pelan.
“Namanya Roowsen,” tutur Vav sambil memejemkan matanya.
“Aku akan sangat menyukaimu Aleister,” ujar Vlow.
Algeibra? Kau seekor betina?,” sahut Gerald.
“Ragolius, itu terdengar sangat berani,” kata Austin sambil mengusap kepala kudanya.
“Oke, sepertinya semua sudah sangat akrab dan waktunya berkeliling,” ajak Paxton sambil menaiki kuda hitamnya. ”Apa kau ikut?”
“Sebaiknya tidak, ini waktu kalian bersenang-senang, aku tidak ingin mengganggu acara anak muda,” elak Queen Kidivra.
“Baiklah, apa kau keberatan jika aku mengumumkan acara malam ini?” tanya Paxton.
“Tidak, itu akan semakin bagus dan akan banyak gadis yang akan datang jika kau yang mengundang,” sahut Queen Kidivra.
“Ayolah, jangan singgung-singgung masalah itu lagi, bukan waktunya untuk membicarakan hal itu,” ujar Paxton menepis udara di depannya.
Mereka berjalan mengikuti arah Paxton menuntun mereka, rumah demi rumah mereka lewati. Anak-anak berlarian kesana-kemari, para dewasa saling bercengkrama satu sama lain, para gadis tampak memperhatikan Paxton, Austin dan Gerald yang menawan hati mereka. Semua aktifitas terhenti begitu Paxton mengeluarkan suaranya dan turun dari kuda.
“Aku ingin minta perhatian kalian sebentar,” kata Paxton dengan suara yang lantang. “Pagi ini kita kedatangan tamu spesial yang datang dari negeri jauh, mereka adalah para keturunan dua Ksatria kita. Dan hari ini mereka bersedia menemaniku untuk menemui kalian,” tutur Paxton sambil menoleh kearah Austin, Gerald, Vlow dan Vav secara bergantian. Merekapun membalasnya dengan anggukan kecil atas petunjuk dari kuda-kuda mereka.
Semua penduduk tampak bertepuk tangan bahagia.
“Kami sudah lama menunggu kedatangan kalian,” tutur sesosok pria dengan tumpukan sayuran di depannya.
“Dan untuk itu, malam ini Ratu akan mengadakan sedikit pesta untuk menyambut kedatangan mereka, dan kalian diundang untuk meramaikan pesta malam ini. Jadi gunakan pakaian terbaik yang kalian punya, dan jangan sampai terlewatkan,” jelas Paxton sambil menaiki kudanya.
Semua penduduk bertepuk tangan, sambil bersorak.
“Kami tidak tahu ada pesta malam ini,” tutur Austin dalam perjalanan pulang ke istana.
“Tentu, kalau kami memberitahu kalian, tentu tidak ada kejutan, dan itu bukan kejutan namaya,” sahut Paxton sambil tertawa lembut.
“Tapi kami tidak memiliki pakain disini,” tutur Vlow.
“Apa gunanya kami meletakkan peti di kamar kalian kalau bukan untuk diisi dengan pakaian,” jawab Paxton.


to be continue :)