Ratusan Tahun yang Lalu
“Ratusan
tahun yang lalu, De Vlacoure hidup sangat damai di bawah
pemerintahan Jolion. Dia selalu memperhatikan rakyatnya. Jolion sangat
disayangi dan dihormati oleh rakyat De Vlacoure. Tapi, sepertinya ada yang
luput dari penglihatan Jolion. Orang kepercayaannya ternyata mengkhianatinya.
Dan menyerang De Vlacoure. Selama ia melayani Jolion, ia telah menyiapkan pasukan yang besar.
Sehari sebelum perang, Jolion mendapat pesan bahwa Guidoweld akan diserang.
Karena tanpa persiapan yang matang Jolion meminta bantuan kepada beberapa
kerajaan atas saran kakitangan Jolion. Tapi keesokan harinya ternyata yang menyerang
De Vlacoure adalah kakitanganya itu sendiri. Jolion tidak percaya dengan apa
yang disaksikannya saat Kakitangannya sendiri menyerang De Vlacoure. Kaki
tangan Jolion memanfaatkan kepercayaanya untuk merebut De Vlacoure. Awalnya
Jolion menyangka itu hanya main-main, sampai kaki tangannya itu mulai
menyakitiku, Varius dan semua rakyat De Vlacoure. Jolionpun mulai membalas
serangan. Tapi ternyata kakitangannya itu lebih kuat dan telah menjadi sosok
penyihir. Jolion terdesak, De Vlacoure benar-benar terdesak. Di saat De
Vlacoure benar-benar akan hancur, Jolion tidak tahu apa yang harus ia lakukan.
Dan pada akhirnya ia memutuskan untuk membacakan mantra pelindung yang
benar-benar ampuh. Awalnya kami cukup puas dengan gagasan itu. Disaat semua
orang bahagia dengan keberhasilan Jolion membacakan mantra ampuh itu, mantra
yang berhasil menjauhkan kakitangan dan pasukannya dari De Vlacoure. Kami
menyadari ada sesuatu yang aneh. Kami tidak mendengar suara Jolion maupun dua
orang prajurit yang berdiri di sebelah Jolion disaat ia mambacakan mantra itu.
Alangkah terkejutnya kami begitu melihat tubuh Jolion yang lemah terkapar di
tanah dan sebuah buku terbaring di samping tubuhnya. Kami langsung menghampirinya.
Disaat kritis ia berkata, bahwa De Vlacoure akan aman hingga keturunan De
Vlacoure datang. Ia juga
meminta kami untuk menghimpun kekuatan hingga keturunan itu datang. Kami sempat menanyakan tentang keberadaan dua prajurit
yang tadi berdiri bersamanya dan ternyata dua prajurit itu diutus Jolion untuk
pergi ke dunia manusia dengan tujuan mereka akan kembali dengan kekuatan besar.
Tapi belum sempat Jolion menyelesaikan penjelasannya, ia telah menghembuskan
nafas terakhirnya sambil menyerahkan sebuah buku mantera yang terbuka kepadaku.
Begitu aku baca, alangkah terkejutnya aku begitu membaca keterangan mantra yang
ia baca. Mantra yang ia baca adalah mantra pemindah yang sangat ampuh, De
Vlacoure selamat dari kakitangannta karena Jolion telah memindahkan De Vlacoure,” jelas Queen Kidivra
panjang lebar.
Mereka tersenyum mendengar
cerita Queen Kidivra, “Wow, dia
benar-benar Raja
yang hebat. Aku bersyukur bisa mengetahui jasanya dan menjadi
rakyat De Vlacoure,” tutur Gerald kagum.
“Ya, benar-benar pemimpin yang mengorbankan nyawa demi
kesalamatan rakyat,” tambah Austin.
“Sejak saat itulah, waktu di De Vlacoure jadi kacau,”
cetus Paxton.
“Kacau? Maksudnya?” tanya Vlow.
“De Vlacoure dipermainkan oleh waktu, kadang terjadi
malam, kadang tidak ada siang, atau siang yang terlalu pendek, malampun kadang
terasa bertahun-tahun. Kami
bahkan tidak tahu pasti sudah berapa lama waktu berlalu sejak perang itu. Sulit menjelaskan,” jawab Queen Kidivra.
“Dan, beberapa hari yang lalu kalian datang, waktupun
kembali seperti semula,” tambah Paxton.
“Rakyat De Vlacoure benar-benar mangharapkan kalian untuk
melawan Dhomnail,”
“Tunggu, ada yang menjanggal di pikiranku. Apakah disaat terjadi perang
besar, Varius tidak membantu?” tanya Vav.
“Oh tidak, dia sangat berperan dalam perang itu,” jawab
Ratu.
“Lalu dimana ia sekarang?” tanya Vav lagi.
“Sampai sekarang kami tidak tahu dimana pastinya, mungkin
di tempat yang sangat jauh. Kami menyuruhnya untuk menenangkan diri setelah
kepergian Jolion, karena kami tidak sanggup melihat penderitaannya, kadang ia
masih menganggap kalau Jolion masih hidup. Bagitu besar kontak batin diantara
mereka,” jawab Queen Kidivra.
“Apa dia tidak pernah mengunjungi Guidoweld?” tanya
Gerald.
Queen Kidivra diam memperhatikan lukisan suaminya yang telah lama
meninggalkannya.
“Kami tidak pernah melihatnya, tapi penduduk ada yang
pernah melihatnya melintas di tengah malam,” jawab Paxton.
“Mungkin dia bermaksd untuk datang namun mengurungkan niatnya karena jika aku melihatnya, aku akan sedih karena teringat akan
Jolion,” tambah Queen Kidivra kembali memperhatikan lukisan suaminya.
Mereka terdiam dengan mata tertuju ke arah lukisan yang
terpajang gagah di depan mereka. Memperhatikan tiap detail yang terlukis dan
ikut tersenyum melihat senyuman yang terlukis di dalam lukisan itu.
“Kalian sudah melihat kamar kalian?” tanya Queen Kidivra
memecahkan lamunan mereka.
“Belum,” jawab Vav.
“Kalau begitu, ayo!” ajak Ratu seraya melangkahkan kakinya menuju tangga
yang ada di sudut ruangan.
Mereka mengikuti langkah Queen Kidivra yang
anggun sambil kembali memperhatikan lukisan-lukisan yang terpajang di dinding
Kastil. Kastil itu sangat besar, dihiasi dengan kaca jendela yang sangat
bersih, sehingga cahaya matahari dapat menembusnya dan menerangi tiap ruangan. Queen Kidivra dan
Paxton secara bergantian memperkenalkan mereka dengan ruangan-ruangan yang
mereka lalui layaknya pemandu museum.
“Vlow_Vav, ini akan menjadi kamar kalian,” tutur Paxton
sambil membuka sebuah pintu yang menuju sebuah kamar. Mereka memasuki kamar secara
bergantian, meneliti tiap sudut dengan perasaan takjub terpancar di mata
mereka.
Ruangan itu cukup besar untuk ukuran sebuah kamar, dengan
jendela-jendela terpampang indah di dinding kastil. Lilin tergantung indah di
tempatnya. Lilin itu akan hidup secara otomatis jika ruangan berubah gelap. Ranjang, lemari,
meja rias, kursi, lukisan, dan perabotan lainnya mengisi ruangan yang besar
itu. Karpet berbulu domba membentang di tengah-tengah ruangan. Ruangan itu
terkesan hangat.
“Kalau kamar seperti ini, kami tidak akan keluar,” tutur
Vav sambil membuka pintu beranda.
“Disini kalian bisa melihat matahari terbenam. Kalian
akan rugi jika melewatkannya,” ujar Ratu sambil menunjuk ke arah gunung tepat
di depan mereka.
Mereka melanjutkan ke kamar sebelah, yang akan di tempati
oleh Austin dan Gerald.
Kamar ini diisi dengan dua ranjang terpisah, sebuah
cermin besar, lamari, kursi dan tentu saja sebuah lukisan yang indah. Ruangan
ini menghadap ke halaman belakang Kastil yang di tumbuhi dengan pohon-pohon
yang rindang dengan sebuah paviliun di sudut taman.
“Setiap malam kalian akan melihat betapa indahnya taman
belakang ini,” tutur Ratu seraya tersenyum lembut, “Taman ini adalah tempat
favorit Jolion.”
“Siang saja sudah cukup indah,” puji Austin menghela
nafas.
Selanjutnya mereka memasuki ruangan yang dipenuhi dengan
ribuan buku, rak-rak tersusun rapi, tak ada debu yang menempel. Disini tak
banyak jendela, hanya ada satu sampai tiga jendela kecil yang terpajang di
dinding kastil, tidak cukup untuk menerangi ruangan sebesar itu. Namun pada
langit-langit perpustakaan ada lubang besar berbentuk lingkaran yang di tutupi
dengan kaca yang cukup tebal. Cahaya matahari langsung menerobos kaca itu dan
menerangi setiap sudut yang ada di perpustakaan.
“Perpustakaan yang besar,” tutur Vlow.
“Ya, perpustakaan ini adalah salah satu tempat favoritku,” sahut Queen Kidivra
sambil merentangkan tangannya.
“Buku apa saja yang ada disini?” tanya Vav sambil
berjalan menelusuri rak-rak yang berdiri kokoh.
“Banyak, buku mantra, sejarah, profil para pendiri De
Vlacoure, dan tentu saja buku tentang hewan-hewan menakjubkan yang ada di De
Vlacoure,” jawab Queen Kidivra sambil menoleh ke arah Vav.
Wajah Vav tampak puas dan kagum.
“Tapi tentunya sekarang bukan waktu yang tepat untuk
membuka buku-buku itu, karena masih ada yang ingin kami perlihatkan pada
kalian,” tutur Paxton menoleh ke arah Queen Kidivra.
Queen Kidivra melangkahkan kakinya dengan anggun, tak terdengar suara
hentakan kakinya, seolah-olah ia memiliki permukaan kaki yang lembut layaknya
kucing. Mereka melewati lukisan demi lukisan, ruangan demi ruangan, sampai
akhirnya mereka keluar dari kastil dan berhenti di depan sebuah Istal kuda.
Disana ada banyak kuda yang tengah merumput. Mereka tampak anggun
dan bijaksana.
“Waktunya memilih penunggang,” ucap Queen Kidivra
seolah-olah berbicara kepada kuda yang tengah mengunyah makanan mereka.
Seolah mengerti dengan apa yang diucapkan Queen Kidivra,
kuda-kuda itu mengangkat kepala mereka dan memperhatikan sosok-sosok yang belum
pernah mereka temui. Beberapa diantara mereka ada yang melanjutkan merumput, tidak peduli. Namun ada juga
diantara mereka yang memperhatikan sosok asing itu, bahkan ada yang melangkah
mendekat.
“Apa maksudnya memilih penunggang?” tanya Vlow.
“Lihat saja, kau akan mengerti,” sahut Paxton
memperhatikan empat ekor kuda yang tengah berjalan menuju mereka.
Begitu sampai di depan Austin, Gerald, Vlow dan Vav,
kuda-kuda itu membungkuk hormat.
“Mereka mununggu kalian untuk membalas,” bisik Paxton.
Dengan sedikit bingung Vlow membungkukkan badannya dan
meminta teman-temannya untuk melakukan hal yang sama. Dengan serentak mereka
membungkukkan badan mereka dan kuda-kuda itu mengangkat kepala mereka.
Begitu hormat mereka dibalas, mereka langsung menghampiri
sosok yang ada di depan mereka, melekatkan wajah mereka dengan wajah orang yang
ada di depan mereka.
“Itu artinya mereka telah memilih kalian sebagai penunggang
mereka. Austin dengan kuda keturunan Caspian, sama dengan kuda milik
Paxton yang gagah berani. Gerald kuda keturunan bangsawan yang setia. Vlow kuda
putih yang bijaksana jenis yang sama dengan ku, dan kuda keturunan bangsawan
coklat yang anggun memilih Vav. Mereka akan setia menjadi tunggangan kalian hingga akhir
hayat mereka,” ujar Ratu menjelaskan.
“Dan sebaiknya kalian naik ke
punggung mereka, mereka sudah tidak sabar ingin berbicara dengan kalian,” tutur
Paxton.
“Mereka bisa berbicara?” tanya Vav kagum.
“Tidak, hanya kepada penunggangnya saja mereka akan
berbicara. Yah..bisa dibilang bicara dari hati ke hati. Kalian tidak akan
mengerti kalau tidak segera mencobanya,” usul Paxton.
Mereka menerima usulan Paxton dan
bergegas menunggangi kuda-kuda mereka.
“Apa kalian dapat merasakannya?” tanya Queen Kidivra.
Dengan senang dan kagum mereka mengangguk pelan.
“Namanya Roowsen,” tutur Vav sambil memejemkan matanya.
“Aku akan sangat menyukaimu Aleister,” ujar
Vlow.
“Algeibra?
Kau seekor betina?,” sahut Gerald.
“Ragolius, itu terdengar sangat berani,” kata Austin
sambil mengusap kepala kudanya.
“Oke, sepertinya semua sudah sangat akrab dan waktunya
berkeliling,” ajak Paxton sambil menaiki kuda hitamnya. ”Apa kau ikut?”
“Sebaiknya tidak, ini waktu kalian bersenang-senang, aku
tidak ingin mengganggu acara anak muda,” elak Queen Kidivra.
“Baiklah, apa kau keberatan jika aku mengumumkan acara
malam ini?” tanya Paxton.
“Tidak, itu akan semakin bagus dan akan banyak gadis yang
akan datang jika kau yang mengundang,” sahut Queen Kidivra.
“Ayolah, jangan singgung-singgung masalah itu lagi, bukan waktunya untuk membicarakan hal itu,” ujar Paxton menepis udara di depannya.
Mereka berjalan mengikuti arah Paxton menuntun mereka,
rumah demi rumah mereka lewati. Anak-anak berlarian kesana-kemari, para dewasa
saling bercengkrama satu sama lain, para gadis tampak memperhatikan Paxton,
Austin dan Gerald yang menawan hati mereka. Semua aktifitas terhenti begitu
Paxton mengeluarkan suaranya dan turun dari kuda.
“Aku ingin minta perhatian kalian sebentar,” kata Paxton
dengan suara yang lantang. “Pagi ini kita kedatangan tamu spesial yang datang
dari negeri jauh, mereka adalah para keturunan dua Ksatria kita. Dan hari ini
mereka bersedia menemaniku untuk menemui kalian,” tutur Paxton sambil menoleh
kearah Austin, Gerald, Vlow dan Vav secara bergantian. Merekapun membalasnya
dengan anggukan kecil atas petunjuk dari kuda-kuda mereka.
Semua penduduk tampak bertepuk tangan bahagia.
“Kami sudah lama menunggu kedatangan kalian,” tutur sesosok pria
dengan tumpukan sayuran di depannya.
“Dan untuk itu, malam ini Ratu akan mengadakan sedikit
pesta untuk menyambut kedatangan mereka, dan kalian diundang untuk meramaikan
pesta malam ini. Jadi gunakan pakaian terbaik yang kalian punya, dan jangan
sampai terlewatkan,” jelas Paxton sambil menaiki kudanya.
Semua penduduk bertepuk tangan, sambil bersorak.
“Kami tidak tahu ada pesta malam ini,” tutur Austin dalam
perjalanan pulang ke istana.
“Tentu, kalau kami memberitahu kalian, tentu tidak ada
kejutan, dan itu bukan kejutan namaya,” sahut Paxton sambil tertawa lembut.
“Tapi kami tidak memiliki pakain disini,” tutur Vlow.
“Apa gunanya kami meletakkan peti di kamar kalian
kalau bukan untuk diisi dengan pakaian,” jawab Paxton.
to be continue :)
to be continue :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar