Minggu, 12 Oktober 2014

De Vlacoure - BAB VI part II



Keesokan paginya setelah mereka menyantap sarapan, mereka melanjutkan perjalanan. Lebih cepat dari sebelumnya karena mereka merasa sesuatu sedang mendekat. Ditambah lagi mereka telah memasuki hutan bagian dalam. Disini pohon-pohon tumbuh berdekatan dan memiliki dahan yang tidak begitu tinggi. Cahaya matahari juga bertambah sulit untuk menerobos masuk. Mengakibatkan hutan terasa lembab dan tanahnya menjadi lembek. Bau tanah yang basah semakin keras tercium ketika mereka memasuki hutan lebih dalam. Saat rasa lapar dan haus menyerang, mereka memutuskan untuk tidak menyantap makanan karena kondisi hutan yag menyebabkan nafsu makan mereka menurun. Untuk meneguk minuman saja mereka enggan karena bau yang di timbulkan.
Saat matahari condong kearah timur mereka sedikit memperlambat langkah karena hutan semakin padat. Mereka juga turun dari kuda masing-masing karena dahan semakin rendah.

Ketika hutan semakin padat
Ketika dahan semakin rendah
Tanahpun berwarna hitam dan lunak
Baunya akan membuatmu meminta kepada Tuhanmu untuk mengambil hidungmu
Kau akan melihat sebuah kolam berwarna hitam pekat
Percayalah airnya tidak pekat seperti yang terlihat
Orang menyebutnya jantung Delga
Lihat!!
Di belakangmu!!
Mengendap dan mengendus
Ia sedang kelaparan
Mencari orang yang berani memijakkan kaki di tanahnya
Matanya berwarna merah
Dari hidungnya keluar uap dan mulutnya berbuih
Kulitmu akan terbakar jika terkena ludahnya
Tubuhnya besar berwarna hitam
Tangannya panjang dan cakar yang tajam
Slocumb, itulah namanya

Seorang prajurit menyanyikan sebuah syair ketika mereka berjalan mendekati sebuah kolam. Kolam itu mengeluarkan bau yang tidak sedap, airnya berwarna hitam pekat.
“Kau percaya akan syair itu?” tanya prajurit lain.
“Kau tahu itu hanyalah syair yang dibuat para pengembara agar kisah mereka menjadi menegangkan,” jawab prajurit yang berjalan paling depan.
“Walau aku baru mendengar syair itu aku merasa itu benar-benar ada,” tutur Vlow mulai merinding.
“Kau takut?” tanya Gerald sedikit mengejek.
“Ya, sedikit,”
Slocumb... slocumb itulah namanya,” prajurit itu menyanyikan syair itu kembali.
“Lary, kau menakuti tamu kita,” tutur Skriel menghentikan tingkah temannya.
Larypun diam mematuhi perintah komandannya. Dan ia mulai berisul-siul riang. Saat ia sedang mendendangkan siulannya terdengar suara berat seperti gemuruh dari belakang mereka.
“Vav, suara perutmu semakin mengerikan,” ujar Vlow mengejek.
“Itu bukan suara perutku,” bantah Vav segera.
“Sepertinya syair itu benar-benar ada,” celetuk seorang prajurit yang berjalan paling belakang sambil membalikkan badannya.
Mendengar pernyataan teman mereka, semua yang berjalan di depan menoleh ke balakang. Mata mereka terbuka lebar dan jantung mereka berdegup kencang. Tampak di depan mereka berdiri sosok bertubuh besar.  Tingginya mencapai 3m jika ia berdiri tegak. Matanya berwarna merah. Dari hidungnya keluar uap yang hilang timbul ketika ia menarik nafas. Dari mulutnya keluar buih yang sepertinya sangat beracun. Dari tubuhnya menetes air yang berwarna hitam. Mungkin ia baru saja keluar dari kolam yang ada di sampingnya.
“Slocumb,” kata Gerald merinding.
Dengan tatapan kemarahan hewan itu menatap semua Elf yang ada di depannya. Membuat kuda-kuda yang ada di dekat mereka menjadi ketakutan dan hilang kendali. Slocumb merendahkan tubuhnya, tangannya menyentuh tanah, cakarnya yang panjang mencapai 50cm. Ia menarik nafas dalam dan mengeluarkan teriakan kemarahan kearah Elf yang ada di depannya. Dari dalam mulutnya keluar buih dan nafasnya sangat bahu. Begitu banyak udara keluar dari mulutnya ketika ia bersorak marah. Membuat buih yang ada di ujung bibirnya berterbangan dan mengenai pakaian salah satu prajurit. Baju besi yang terkena air liurnya perlahan meleleh.
“Lari!!!!!!!!” soraknya seraya berbalik arah.
Semuanya langsung berlari mengikuti kuda-kuda yang juga ikut berlari. Mereka melepaskan kuda-kuda itu agar dapat menuntun mereka menuju jalan keluar. Dengan katakutan semuanya berlari menjauhi Slocumb yang mulai mengejar mereka. Saat slocumb jauh tertinggal Skriel menghentikan langkahnya.
“Lary!” panggilnya, “Sembunyikan mereka. Kami akan menyelesaikannya,” perintahnya sambil mendorong lembut tubuh Vav kearah teman-temannya yang berdiri di dekat Lary.
“No! itu berbahaya Skriel. Kau bisa terbunuh,” tahan Vav maju satu langkah.
“Ayolah Vav. Jika kami tidak menahannya disini dia akan terus mengejar kita,” bantah Skriel menoleh kearah Slocumb yang berhasil mengejar mereka. “Sekarang sembunyilah,” perintahnya sambil mengambil anak panah di punggungnya dan meletakkannya di busur. Skriel menarik tali busur itu dan mengarahkannya kearah Slocumb yang mengejar pasukannya. Saat merasa sasarannya telah pas, Skriel melepaskan anak panahnya. Dengan cepat anak panah itu melesat membelah udara dan langsung menancap di lengan Slocumb.
Slocumb langsung merintih kesakitan menyentuh lengannya yang terhunus anak panah. Kemarahannya memuncak dan ia kembali meraung. Dengan cakarnya yang panjang ia berusaha meraih prajurit yang ada di dekatnya. Namun sialnya pedang sang prajurit berhasil mengenai tubuhnya. Dengan marah ia melambaikan tangannya yang panjang dan memukul semua yang ada di depannya. Tiga prajurit yang ada di dekatnya terpental dan membentur pohon. Slocumb itu kembali berlari kearah Skriel yang melepaskan anak panah kearahnya. Prajurit yang lain berusaha untuk menahannya dengan menebaskan pedang mereka. Namun kemarahan Slocumb itu sudah tidak tertahankan lagi. Ia kembali melayangkan tangannya dan menghalau prajurit itu.
Merasa tidak tahan lagi, Vav yang berada di persembunyian keluar dan berlari kearah Skriel. Saat Slocumb berjarak hanya beberapa meter di depan Skriel, Vav berhenti dan merentangkan kedua tangannya.
“STOP!!!!!” perintahnya kepada Slocumb yang berlari kearahnya.
Slocumb itu menatap mata gadis itu dan langsung menghentikan langkahnya. Namun langkahnya yang begitu cepat sulit untuk dihentikan walaupun ia telah berusaha untuk menghentikannya. Akhirnya tubuhnya dapat berhenti tepat satu meter di depan Vav.
“Kau mungkin marah karena mereka telah meremehkanmu, tapi mereka adalah orang-orang baik. Kau tidak boleh membunuh mereka. Maafkanlah mereka,” tutur Vav menatap mata Slocumb itu lekat-lekat.
Perlahan-lahan Slocumb itu berubah menjadi tenang dan melangkah mundur. Dia berusaha menghindari tatapan Vav. Dengan geram ia melihat Skriel dan pasukannya yang masih memegang senjata.
“Jatuhkan senjata kalian!” perintah gadis itu, “Percayalah padaku,” tambahnya ketika tidak ada satupun yang menjatuhkan senjata mereka.
Mereka langsung menjatuhkan senjata mereka ketika mendengar kayakinan dari suara Vav.
“Sekarang kau bisa meninggalkan kami. Kami tidak akan menyakitimu lagi,” tutur Vav masih memandang mata Slocumb.
Perlahan-lahan matanya yang berwarna merah berubah menjadi coklat dan buih dari mulutnya juga berkurang. Vav melangkah mendekati hewan buas itu dan menyentuh lengannya yang tertusuk panah. Dengan lembut Vav mencabut panah yang tertancap di dagingnya yang kuat. Saat panah itu berhasil dicabut Slocumb merintih kesakitan dan sedikit mengeluarkan air mata. Vav langsung menyekanya. “Sekarang kau boleh pergi,” perintahnya. Sesuai perintah ia langsung berlari menjauh kearah ia datang tadi.
“Kita harus segera pergi dari sini sebelum ia kembali,” saran Vav menghadap kearah Skriel yang masih terkejut.
“Bagaimana kau melakukannya?” tanya Austin yang berdiri di belakang Skriel.
“Entahlah. Aku hanya manatapnya dan berusaha meyakinkannya,” jawab Vav menjatuhkan anak panah yang berlumuran darah.
“Hanya kaum Swytch yang bisa menghentikan binatang buas yang mengamuk,” tutur Skriel memasukkan busur ketempatnya, “Tapi Swytch hanyalah legenda.”
“Skriel!” panggil seorang prajurit dari kejauhan.
Skriel langsung berlari kearah suara dan tampak seorang prajurit tengah merangkul tubuhnya temannya.
“Zarton terluka. Sebuah ranting menancap di perutnya dan air liur Scolumb mengenainya.”
Skriel memerintahkan kepada anak buahnya untuk membaringkan Zarton yang tampak menahan rasa sakit. Keringat dingin menetes di pelipisnya, tubuhnya memucat dan nafasnya sesak.
“Kita harus membawanya ke desa terdekat sebelum terlambat,” tutur Skriel memeriksa luka prajuritnya. Kamudian ia bersiul memanggil kudanya. Beberapa detik kemudian datang serombongan kuda yang tadi menyelamatkan diri. Mereka langsung menaiki kuda masing-masing dan berjalan pelan menjauhi sarang Slocumb.
“Kita harus menunggang kuda dengan cepat agar sampai di desa terdekat,” tutur Skriel.
Saat mereka telah jauh dari sarang Scolumb, hutan kembali normal. Tumbuhnya tidak terlalu rapat, dahannya juga tinggi sehingga mereka bisa menunggang kuda tanpa harus membungkuk. Tanah yang mereka pijaki sudah tidak lembek lagi sehingga kuda-kuda dapat berlari dengan leluasa tanpa takut akan terpuruk ke dalam tanah. Sementara itu Skriel berusaha agar Zarton yang ikut bersamanya tidak terjatuh ketika kuda tengah melaju.
Malam telah menjelang dan mereka melewati tengah malam tanpa berhenti untuk berisitrahat. Saat matahari muncul kembali mereka telah sampai di Delgaqua. Orang-orang menyebutnya sebagai teras Delgaquados karena ukurannya yang hampir setengah hutan Delgaquados. Mereka berkuda membelah lapangan terbuka yang luas. Tidak begitu banyak rumput yang tumbuh di tempat itu. Mereka hanya menginjak  tanah keras dan berbatu. Di sebelah kanan mereka tampak pegunungan menjulang tinggi. Mencoba menghalangi penglihatan mereka untuk menerka-nerka apa yang ada di balik pegunungan itu.
Lagi-lagi mereka tidak melakukan istirahat ketika bulan telah menampakkan diri. Mereka hanya melewati Delgaqua dalam diam dan terburu-buru mengingat luka serius yang di derita Zarton. Ia tampak semakin lemah dipangkuan Skriel. Itu membuat ia memacu kuda lebih cepat lagi. Tiadanya pohon yang tumbuh membuat mereka dapat melaju dengan cepat karena mereka tidak harus berhati-hati agar tidak menabrak pohon di dalam gelap.
Mereka menemukan sebuah sungai yang membelah Delgaqua. Dan memilih menyeberanginya langsung. Karena jika mereka melewati jembatan maka mereka harus menyusuri tepian sungai sejauh bermil-mil kearah timur. Dengan hati-hati mereka menyeberanginya karena waktu itu sungai berarus kuat dan airnya cukup tinggi. Begitu berhasil melewatinya mereka berkuda memasuki hutan kecil yang memanjang di sepanjang tepian sungai. Tidak sampai 10 menit mereka dapat keluat dari hutan kecil itu.
“Kita sudah dekat,” sorak Skriel ketika mereka telah meninggalkan sungai cukup jauh.
Dari kejauhan tampak titik-titik cahaya berwarna merah. Semangat mereka kembali menggebu karena mengetahui desa telah dekat. Namun yang membuat mereka kembali murung adalah ketika mereka tidak menemukan satupun bintang yang bertengger di langit. Namun di balik awan tampak bulan yang tengah mengintip mereka dengan malu. Awan mendung tampak menutupinya. Perlahan awan itu menjadi lebih gelap dan berat. Dan akhirnya mimpi burukpun terjadi. Tetes demi tetes hujan mulai membasahi tubuh mereka. Namun mereka tetap melanjutkan perjalan karena desa sudah terlihat jelas di mata mereka.
Dengan setengah menggigil karena kedinginan Lary turun dari kudanya dan berjalan kearah gerbang yang terkunci rapat. Sepertinya desa ini tidak akan membiarkan orang asing untuk masuk.
“Siapa kalian?” tanya penjaga gerbang sambil membuka sebuah jendela kecil di pintu gerbang.
“Kami para prajurit yang ingin beristirahat,” jawab Lary menggigil.
Penjaga gerbang itu melihat ke belakang Lary dan berfikir sejenak, “Siapa kalian?” tanyanya lagi.
Sebelum menoleh kearah penjaga ketika Skriel menggangguk kearahnya, “Kami prajurit dari Alvares. Dan salah satu dari kami ada yang terluka parah. Dia membutuhkan pertolongan seorang dokter,” tuturnya.
“Prajurit dari Alvares? Dengan dua orang wanita?” tanyannya yang juga menggigil.
“Ya,”
Penjaga itu menutup jendela kecil itu dengan keras. Lalu terdengar suara kunci yang berdencing bersama gembok besar. Gembok itu terbuka sambil meninggalkan suara rantai yang ditarik. Gerbang berderit dan terbuka. Tampak sesosok Elf muda berambut panjang memakai jubahnya dengan lentera ditangannya muncul dari balik gerbang.
“Aku mendapat kabar, bahwa akan ada prajurit dari Alvares yang akan datang dan membutuhkan tempat untuk beristirahat,” tuturnya mengangkat lentera yang ada di tangannya, “Silahkan masuk. Kalian disambut baik disini,” tambahnya ramah.
Tanpa pikir panjang lagi, mereka langsung memasuki desa dan mengikuti panjaga gerbang. Ia berjalan anggun dibawah rintik hujan dan membiarkan jubahnya menyapu air yang dilewatinya. Penjaga gerbang itu langsung membawa mereka kesebuah penginapan yang telah disediakan untuk mereka. Kuda-kuda mereka tinggalkan di luar atas perintah penjaga gerbang. Ia meyakinkan mereka bahwa kuda-kuda itu akan dijaga oleh penjaga peternakan. Begitu sampai di dalam penginapan Skriel meletakkan Zarton di atas kursi agar tubuhnya  dapat beristirahat sejenak. Sang penjaga gerbang langsung menemui pemilik penginapan dan mohon pamit karena gerbang tidak ada yang menjaga. Dengan anggukan kecil ia pergi meninggalkan penginapan.
“Fraz akan memanggilkan dokter untuk teman kalian. Dan mulai dari sini kalian adalah tanggung jawabku,” tuturnya, “Kalian bisa memanggilku Acquezis,” tambahnya.
“Mohon bantuannya,” tutur Skriel sopan.
“Kalian sebaiknya menghangatkan diri dan pakaian kalian akan dikeringkan. Sementara itu aku akan menyiapkan makan malam kalian dan mengurus teman kalian,” tutur wanita berambut hitam itu, “Pelayanku akan menunjukkan kepada kalian kamar yang akan kalian tempati,” tambahnya.

masih ada lanjutannya lo,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar